A.
Peran Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn)
1.
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran itu adalah segala upaya
yang dilakukan oleh guru (pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Secara
implisit, didalam pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan dan
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pembelajaran lebih menekankan pada cara–cara untuk mencapai tujuan dan
berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran,
menyampaikan materi pelajaran, dan mengelola pelajaran.
Selanjutnya, M. Sobry Sutikno (2009 : 32) megemukakan
bahwa
“Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistemik dan
disengaja untuk menciptakan kondisi – kondisi agar terjadi kegiatan belajar
membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi antara kedua belah pihak, yaitu
peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik
(sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.
|
Dengan demikian, pembelajaran dapat meliputi segala
pengalaman yang diaplikasikan guru kepada peserta didiknya. Makin intensif
pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajarannya pun
semakin tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya
keterlibatan siswa dalam proses belajar, baik didalam kelas, maupun diluar
kelas.
2.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan merupakan upaya strategis
dalam pembentukan sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, kaitannya dengan
perwujudan harkat dan martabat sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan
masyarakat yang melingkupinya. Dengan perkataan lain pendidikan harus senantiasa
diarahkan pada upaya peningkatan
kesadaran akan harkat serta martabat seseorang baik selaku pribadi, angota
masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya
adalah bahwa materi pelajaran yang disampaikan dalam kurikulum persekolahan
tidak semata–mata untuk pengetahuan (intelektual), melainkan perlu
direalisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku nyata sehari – hari, sesuai
dengan hakekat dan potensi manusia itu sendiri yang bersifat utuh.
Dalam hal ini (Sunarto, 2006 : 4) mengemukakan bahwa pembaharuan itu diharapkan
dapat menjadikan peserta didik sebagai peserta
didik yang memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang diperoleh dari pengruh lingkungan.
Pakar pendidikan
sudah banyak membahas dan merumuskan tentang model–model pembelajaran Pkn, A.
Kosasih Djahiri (2003 : 9 – 22) mengajukan tiga macam yaitu “ Pembelajaran AJEL
(active, joyful, effective, learning), Pembelajaran M3SE (multidimensi,
materi–media–sumber–evaluasi), dan Pembelajaran Portofolio. Ketiga jenis
pembelajaran tersebut sangat cocok untuk diterapkan pada pembelajaran Pkn
sebagai pola pembelajaran yang melibatkan fisik, emosi, dan sosial yang positif
dengan didorong oleh lingkungan yang kondusif, menyenangkan dan mendorong
semangat belajar sehingga memenuhi ciri–ciri belajar yang diharapkan yaitu
holistik (pembelajaran dikaji dari beberapa bidang dan fenomena), bermakna (keterkaitan
antara teori dan praktek sebagai perolehan nyata hasil belajar), dan aktif (siswa terlibat dalam proses pembelajaran)
Pkn (civic aducation) merupakan salah satu bidang kajian
yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
melalui koridor “ value–based education “. Konfigurasi atau kerangka sistemik
Pkn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut : pertama, Pkn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara
Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, Pkn secara teoritik dirancang
subjek pembelajaran yang memuat dimensi–dimensi kognitif, afektif, dan
psikomotor yang bersifat konfleun atau saling berpenetrasi dan terintegrasi
dalam konteks subtansi ide, nilai, konsep dan moral pancasila, kewarganegaraan
yang demokrasi, dan bela negara. Ketiga, Pkn
secara pragmatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi
yang mengusung nilai–nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar
(learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan
dalam kehidupan sehari–hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih
lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang
demokratis, dan bela negara.
Pkn adalah program yang bertujuan untuk membentuk warga
negara atau peserta didik yang berpikir, bersikap, bertindak, berkembang, dan
berinteraksi dengan cerdas, kritis, analitis, berpartisipasi aktif dan
bertanggung jawab terhadap diri, lingkungan, masyarakat, berbangsa, bernegara
dan berkehidupan dunia yang dijiwai nilai–nilai agama, budaya, hukum, keilmuan
serta watak yang bersemangat, dan bergelora dan mewujudkan sikap demokratis
dalam hukum Indonesia yang religius, adil, beradab, dan bersatu bermasyarakat
yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga fokus dan
target utama dari pembelajaran Pkn adalah pembekalan pengetahuan (buku ilmu).
Pembinaan sikap prilaku dan pelatihan keterampilan sebagai warga negara
demokrasi, taat hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat madani.
Tujuan Pkn (civic education) adalah partisipasi yang
bermutu dan bertanggung jawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik pada tingkat lokal maupun nasional, maka partisipasi semacam
itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah
kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah (1) penguasaan terhadap
pengetahuan dan pemahaman tertentu, (2) pengembangan kemampuan intelektual dan
partisipatoris, (3) pengembangan karakter dan sikap mental tertentu dan, (4)
komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional.
3.
Tujuan dan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Numan Somantri dalam bukunya “
Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS “ (
2001 : 159. 161, 299 ), mengartikan Pkn sebagai berikiut :
“Pkn adalah seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu – ilmu
sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora dan kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara
psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS. Pkn
merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan
pendidikannya di organisasikan secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu
sosial, humaniora, dokumen negara terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN dan
perundangan negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. Pkn
adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang terluas dangan
sumber–sumber pengetahuan lainnya, pengaruh–pengaruh positif dari pendidikan
sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih
para siswa untuk berpikir kritis, analistis, bersikap dan bertindak demokratis
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa posisi Pkn
sangat strategis dalam pembentukan karakter bangsa yang telah beberapa kali
perubahan nama bahkan secara subtansi
banyak dimanfaatkan sebagai wahana untuk
tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan. Mengingat pentingnya
kedudukan Pkn bagi bangsa Indonesia, maka perlu ada kejelasan tentang
keberadaan dan kenyataan Pkn yang sesuai dengan prinsip–prinsip akademik dan
tuntutan budaya bangsa Indonesia yang sedang mengalami perkembangan begitu
cepat khususnya dalam lingkup ketatanegaraan.
4.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan (Pkn) yang semula bernama Pendidikan Pancasila
dan kewarganegaraan (PPKn) mulai berlaku berdasarkan UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 37 ayat yang menyebutkan bahwa :
Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat pendidikan agama; Pendidikan Kewarganegaraan; Bahasa;
Matematika; Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik untuk menjadi manusia yang memiliki asa kebangsaan dan cinta tanah air. Selanjutnya
dalam kurikulum dikemukakan penjelasan mengenai pendidikan sebagai berikut:
Mata pelajaran kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana membentuk
warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara
Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang - Undang Dasar (Depdiknas 2004:2).
Pelajaran ini termasuk dalam
kelompok pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang senantiasa tanggap dan
membenahi diri agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan (sains) dan
teknologi.
Menurut A. Kosasih Djahiri (1995:7)
bahwa Pkn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program (materi/ bahan
ajar/ substansi) dan pola KBM yang kognitif semata, melainkan harus utuh menyeluruh, baik isi
maupun fungsi perannya (bukan hanya bersifat normatif saja).
Mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dianggap penting diajarkan karena untuk mempersiapkan peserta
didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen terhadap prinsip-prinsip
kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
suatu mata pelajaran yang mempunyai
tujuan akhir membentuk warga negara yang baik (good citizenship) yang
mengerti akan hak dan kewajiban sebagai negara dan selanjutnya dapat menerapkan/
mengamalkan apa yang sudah dipahaminya dalam bentuk partisipasinya dalam
kehidupan bermasyarakat,berbangasa, dan bernegara.
Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa pengajaran
pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk dihapal dan diingat saja, tetapi
lebih jauhnya pelajaran Pkn harus dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari
- hari melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan oleh
guru, para siswa diharapkan mampu bertingkah laku sesuai nilai-nilai luhur
budaya bangsa, yang berdasarkan norma-norma termasuk hukum yang berlaku.
Dengan demikian pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
diharapkan dapat membentuk menusia Indonesia yang berbudi pekerti luhur sesuai
dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
5.
Visi dan Misi Pkn
Misi pelajaran Pkn adalah
membelajarkan peserta didik dan bahan ajar Pkn serta lingkungan kehidupannya
secara aktif partisifasif, kreatif, demokratis dan humanities. (A.Kosasih
Djahiri, 2007:10).
Adapun Visi Pkn sebagaimana
diungkapkan A. Kosasih Djahiri (2007:10) adalah sebagai berikut:
1)
Memanusiakan WNI menjadi WNI yang cerdas–utuh–
demokratis–konstitusional–berahlakulmulia–agamis–dan pancasialis–berbudaya
Indonesia serta modern.
2)
Membina atau membentuk setiap
WNI menjadi (a) to be good citizen (b) civic intelligence (intelektual, spiritual,
emotional and social) (c) civic responsibility.
Dengan demikian melalui pembelajaran Pkn diharapkan dapat ditanamkan.
Dipahami dan dihayati nilai-nilai moral, yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia dalam rangka pembentukan sikap dan perilaku yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa baik sebagai anggota
masyarakat, bangsa maupun negara.
6.
Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Pkn
Fungsi Pkn sebagaimana dijelaskan
dalam kurikulum berbasis kompetensi tingkat SMA/SMK adalah sebagai wahana untuk
membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada
bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 (Depdiknas, 2002:1).
Adapun fungsi Pendidikan
Kewarganegaraan menurut A. Kosasih Djahiri (2007:10), yaitu :
“Fungsi Pkn dilihat dari sudut siswa dan Negara ialah
sebagai berikut:
1.
Pendidikan POLKENHUK (politik-
kenegaraan dan hukum) berbangsa-bernegara NKRI;
2.
Pendidikan nilai–moral dan
norma pancasila dan konstitusi RI 1845;
3.
Pendidikan kewarganegaraan
(cited=citizenship education) NKRI;
4.
Pendidikan kewarganegaraan (cived = civid education)”
Adapun tujuan pendidikan kewarganegaraan (Pkn) pada
tingkat persekolahan menurut A. Kosasih Djahiri sebagai berikut:
“Pendidikan kewarganegaraan (Pkn) bertujuan memanusiakan dan pemberdayaan
manusia dan kehidupan (ASTAGATRA) –nya, kompeten (mengerti–sadar, terampil/
berbudaya) hidup dan berpartisipasi dalam masyarakat dan berbangsa dan negara
Indonesia, modern–berbudaya Indonesia. Kemampuan belajar sepanjang hayat. “
Sementara dalam kurikulum 2004, mata pelajaran kewarganegaraan
memiliki tujuan :
Tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk
memberikan kompetensi / kopetensi sebagai berikut:
1)
Berpikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2)
Berpartisipasi secara bermutu
dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
3)
Berkembanga secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter–karakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa–bangsa lainnya.
4)
Berinteraksi dengan bangsa–bangsa
lain dalam percaturan dunia secara langsung maupun tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan beberapa pendapat, di atas disimpulkan bahwa
Pkn merupakan mata pelajaran yang menekankan kepada pembentukan prilaku siswa
yang baik sebagai warga negara yang berpancasila. Selain itu, membekali peserta
didik dengan budi pekerti, pengetahuan, dan kemampuan, dasar berkenaan dengan
hubungan antara sesama warga negara maupun antar negara dengan serta pendidikan
bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
bernegara.
Selain itu,
tujuan pendidikan kewarganegaraan menurut A. Kosasih Djahiri (2002: 15) adalah sebagai
berikut:
“Membentuk warga negara Indonesia yang berbudaya Indonesia , iman
dan takwa, sadar akan hak dan kewajiban serta tugas dan tanggung jawabnya,
partisipatif, dalam pembangunan, terbuka sadar dan taat hukum maupun hidup
modern dalam era globalisasi, cinta nusa dan bangsa, dan negara kesatuan republik
Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat.”
Dari uraian–uraian diatas, jelaslah bahwa pengamatan dan
pengayaan nilai-nilai pancasila dan kewarganegaraan adalah tujuan utama. Dengan
demikian maka guru sebagai pendidik harus lebih dulu mampu memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai–nilai pancasila sebelum mengajarkan pada
peserta didik, karena guru akan dijadikan sebagai teladan oleh peserta didik
maupun oleh masyarakat.
B.
Kesadaran Hukum
1.
Pengertian Kesadaran
Kesadaran dalam hal ini dari sesuatu yang sebenarnya
telah dimengerti akan tetapi kurang difahami manfaatnya. Kesadaran diartikan
sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi. Kesadaran
akan kepentingan atau keprihatinan bersama akan melahirkan organisasi atau
perkumpulan tertentu. Seseorang yang menganut kepercayaan atau prinsip tertentu
“ sadar “ akan pilihannya itu.
Istilah kesadaran berasal dari bahasa latin yaitu “ conscentia “ yang artinya “ mengerti dengan
“ dalam bahasa inggris istilah “
conscentia “ ini dapat diartikan Sebagai “ consciousness “ yaitu kesadaran. Poerwadarminta
(1986 : 177) menjelaskan bahwa:
“Istilah kesadaran didefinisikan sebagai tingkat
kesiagaan individu pada saat ini
terhadap rangsangan eksternal dan internal, artinya terhadap peristiwa-peristiwa
lingkungan dan suasana tubuh, memori dan pikiran. Kesadaran dapat diartikan
sebagai semua ide, perasaan, pendapat, dan sebagainya yang dimiliki seseorang
atau sekelompok orang. “
Menurut penerapannya kesadaran yang didasarkan pada
kesadaran statis sudah jelas tentu tidak manusiawi, Karena manusia bukan robot.
Manusia sesuai dengan kodratnya yang memiliki cipta, rasa, dan karsa, dan karsa
yang bisa mengembangkan kemampuan dan tanggung jawabnya yang dilandasai sadar
kehendak dan sadar hukum. Kesadaran yang patut adalah kesadaran yang dinamis,
dimana manusia dan masyarakat ataupun peserta didik mempunyai keinginan yang
kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih lanjut. Kesadaran tidak hanya
untuk mengerti, mentaati ketentuan dan peraturan yang ada melainkan juga
mentaati etika dan moral sesuai dengan adat dan kebiasaan yang ada hidup dalam
masyarakat.
Konsekuensi logisnya, kesadaran ini tidak hanya tergantung pada kelengkapan
perundang–undangan saja melainkan juga dikaitkan dengan kesadaran pribadi
terhadap moral, etika dan lingkungan. Apabila tiap manusia memiliki kesadaran
moral maka masyarakat atau peserta didik akan tertib dan aman, jadi kosep–konsep
kesadaraan dalam pengertian etika berkaitan dengan baik buruk, dan melaksanakan
kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian kesadaran untuk patuh dan taat terhadap
sesuatu sangat erat kaitannya dengan kesadaran moralitas seseorang atau suatu
kesadaran moral “ kata hati “.
2.
Pengertian Hukum
Sebelum tingkat kesadaran hukum terhadap peserta didik,
penulis akan menelaah terlebihan dahulu mengenai pengertian hukum itu sendiri.
Ada beberapa pakar dan sarjana hukum yang tidak mau
memberikan batasan tentang hukum ini karena hukum mempunyai segi dan bentuk
yang sangat banyak, sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk
hukum itu dalam suatu definisi seperti yang dikemukakan oleh (C.S.T Kansil, 1986 : 36) dalam
pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. Diantara para pakar dan sarjana
hukum tidak mau memberikan batasan hukum itu ialah Van Apeldoorn, Lemaire dan
Immanuel Kant yang terkenal adalah “ Noch suchen die juristen eine definition
zu ihrem begriffe von recht “ (sampai sekarang para hukum masih mencari
definisi tentang hukum).
Namun demikian banyak juga para pakar dan sarjana hukum
yang memberikan definisi atau batasan tentang hukum, walaupun berlain–lainan.
Yang dikemukakan oleh Utrecht sebagaimana dikutip (C.S.T Kansil, 1986 : 38) dalam
dalam pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. Menyebutkan “ hukum adalah himpunan – himpunan peraturan
– peraturan ( pemerintah – pemerintah dan larangan – larangan ) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
“
Mayers memberikan sebuah pengertian tentang hukum yang
dikutip oleh Kansil (1986 : 36) bahwa
hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa–penguasa
negara dalam melaksanakan tugasya.
Untuk meninjau tentang batasan atau definisi hukum, maka
salah satunya dapat dilihat dari hukum itu sendiri yang mempunyai unsur–unsur,
ciri–ciri, tujuan serta sifat hukum, yaitu :
1)
Unsur – unsur hukum,
diantaranya :
a.
Peraturan mengenai tingkah laku
dalam pergaulan masyarakat
b.
Peraturan itu diadakan oleh
badan–badan resmi yang berwajib
c.
Peraturan itu pada umumnya
bersifat memaksa, dan
d.
Sanksi terhadap pelanggaran
tersebut adalah tergas
2)
Ciri–ciri hukum, diantaranya :
a.
Adanya perintah dan / atau
larangan
b.
Perintah dan / atau larangan
itu harus ditaati setiap orang
3)
Tujuan hukum, diantaranya :
a.
Menurut Van Apeldoorn, yaitu
untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil
b.
Menurut Van Kan, yaitu untuk
menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu
c.
Menurut E. Utrecht, yaitu
bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia
4)
Sifat hukum yaitu mengatur dan
memaksa
Hukum yang mengatur (hukum pelengkap)
yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak–pihak yang bersangkutan
telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Hukum yang memaksa
yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan
mutlak.
Dengan demikian hukum merupakan jenis norma yang paling
tegas sanksinya. Tegas dalam arti saksi itu kontan oleh negara atas pelanggaran
yang dilakukan. Sehingga tidak heran apabila kepatuhan terhadap hukum pun lebih
dipengaruhi oleh takut sanksinya. Disisi lain bahwa karena ketegasan sanksinya
itulah masyarakat berkepentingan berkelakuan norma hukum.
Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua bentuk
hukum yang senantiasa harus ditaati yaitu : hukum tertulis, berupa Undang–undang,
dan hukum tidak tertulis, berupa hukum adat. Salah satu bentuk hukum tertulis
adalah Undang–undang yang sekaligus sebagi sumber hukum tertulis yang
senantiasa memberi kepastian hukum kepada masyarakat. Walaupun dalam
pelaksanaanya masih banyak yang bersifat khiasan belaka karena belum memenuhi
parameter yuridis, dan filosofis sebagai Undang–undang yang berlaku baik.
3.
Pengertian Kesadaran Hukum
Dari kedua uraian diatas yaitu mengenai kesadaran dan
hukum, selanjutnya yang dimaksud dengan Kesadaran Hukum itu yaitu beberapa ahli
memberikan batasan mengenai kesadaran hukum ini diantaranya (Soejono Soekanto 1977 : 152), dalam
kesadaran hukum dan kepatuhan hukum, yang dimaksud dengan kesadaran hukum
sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai–nilai yang terdapat didalam diri
manusia tentang hukum yang ada atau tntang hukum yang diharapkan ada. Nilai–nilai
yang terdapat dalam diri manusia itu merupakan hasil dari pengalaman–pengalaman
tentang faktor–faktor yang mendukung dan yang menghalang–halangi usahanya untuk
memenuhi kebutuhan utamanya. Kemudian nilai–nilai tersebut akan terkonsolidir dan
akan membentuk sistem nilai–nilai yang mencakup konsep-konsep atau patokan–patokan
abstrak tentang apa yang dianggap buruk. Secara terperinci, (Soejono Soekanto
1977 : 154 -155), dalam kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. Nilai–nilai
dimaksud diantaranya :
a.
Merupakan abtraksi daripada
pengalaman–pengalaman pribadi sebagai akibat daripada proses interaksi sosial
yang berkelanjutan
b.
Senantiasa harus diisi dan
bersifat dinamis, oleh karena didasarkan pada interaksi sosial yang dinamis
pula
c.
Merupakan, kriterium untuk
memilih tujuan–tujuan didalam kehidupan sosial
d.
Merupakan sesuatu yang menjadi
penggerak kearah pemenuh hasrat hidupnya, sehingga nilai–nilai merupakan
faktor yang sangat penting didalam
pengarahan kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi manusia.
C.
Pengaruh Pembelajaran Pkn Terhadap Kesadaran Hukum
Pengaruh terhadap kesadaran hukum siswa tentang pembelajaran Pkn didalam
kehidupan demokrasi di Indonesia sangat tinggi dan pengetahuan tersebut sangat
menunjang terhadap aspek kesadaran hukum yang dimiliki oleh siswa. Dengan
pengetahuan warga negara yang dimiliki oleh siswa maka selanjutnya akan
diaplikasikan tidak hanya sebatas pada aspek pengetahuan dan pemahaman tentang
hukum saja akan tetapi ditampilkan dalam bentuk kesadaran hukum yang tingkatnya
lebih tinggi yaitu memiliki sikap dan perilaku sadar akan hukum. Siswa yang
memiliki pengetahuan warga negara yang baik salah satu indikatornya dapat
dilihat pada nilai mata pelajaran Pkn nya.
Pengaruh pebelajaran Pkn terhadap kesadaran hukum,
peserta didik dapat membiasakan sikap serta perilaku kesehariannya terutama di
sekolah menunjukan sikap dan perilaku yang sadar hukum. Artinya ketika
berpakaian seragam siswa tersebut sesuai dengan aturan, ketika berbicara dengan
guru maupun teman selalu sopan dan menghargai kemudian taat dan penuh tanggung
jawab menjalankan semua aturan yang diterapkan di sekolah.
Pengaruh pebelajaran Pkn terhadap kesadaran hukum, dapat
dapat dililat dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitilian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, (Jakarta, 2002 : 3), sebagai berikut
:
Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi
kompetensi, sebagai berikut :
1)
Berpikir secara kritis,
rasionalis, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2)
Berpartisipasi secara bermutu
dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3)
Berkembang secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter–kerakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa- bangsa lainnya
4)
Berinteraksi dengan bangsa–bangsa
lain dalam percarturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dari pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran dalam membina kesadaran
hokum siswa, khususnya dalam rangka membentuk warga Negara yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar